Upah minimum merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
mengatasi masalah kemiskinan, termasuk di Indonesia. Namun, terjadi perdebatan
di kalangan ahli ekonomi tentang dampak dari hukum upah minimum tersebut. Di
satu sisi, upah minimum memang mengurangi kemiskinan, sedangkan di sisi lain
ada yang mengatakan bahwa upah minimum bisa meningkatkan pengangguran.
Mankiw (2012: 428) mengatakan bahwa “Laws
setting a minimum wage that employers can pay workers are a perennial source of
debate. Advocates view the minimum wage as a way of helping the working poor
without any cost to the government. Critics view it as hurting those it is
intended to help.”
(Hukum yang mengatur upah minimum yang dibayarkan oleh majikan kepada
pekerja adala sebuah sumber perdebatan yang berkelanjutan. Para pendukungnya
memandang bahwa upah minimum adalah suatu cara untuk membantu para pekerja
miskin tanpa mengeluarkan biaya dari pemerintah. Para kritikus memandang bahwa
hal ini mengganggu orang-orang yang ditolong).
Upah minimum ini mudah dipahami dengan menggunakan alat-alat penawaran dan
permintaan. Bagi pekerja dengan tingkat kemampuan rendah, hukum upah minimum
yang tinggi akan memaksa diberikannya upah di atas tingkat yang menyeimbangkan
penawaran dan permintaan.
Oleh karena itu, hal ini meningkatkan biaya tenaga kerja bagi perusahaan
dan mengurangi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut.
Akibatnya adalah tingkat pengangguran yang lebih tinggi di antara kelompok
pekerja yang dipengaruhi oleh hukum upah minimum. Those workers who remain employed benefit from a higher wage, but those
who might have been employed at a lower wage are worse off (mankiw, 2012).
Besarnya efek-efek ini sangat bergantung pada elastisitas permintaan. Para
pendukung hukum upah minimum yang tinggi berpendapat bahwa permintaan untuk
tenaga kerja tidak ahli relatif tidak elastis sehingga upah minimum yang tinggi
hanya akan menekan sedikit pada penempatan tenaga kerja.
Para kritikus upah minimum berpendapat bahwa permintaan tenaga kerja lebih
elastis, terutama dalam jangka panjang ketika perusahaan-perusahaan dapat
sepenuhnya menyesuaikan dengan tenaga kerja dan produksi. Mereka juga
menggarisbawahi bahwa para pekerja dengan upah minimum adalah para pekerja dari
keluarga-keluarga kelas menengah. So that
a high minimum wage is imperfectly targeted as a policy for helping the poor
(Mankiw, 2012) (jadi, hukum upah minimum adalah sebuah kebijakan yang tidak
sepenuhnya menolong orang-orang miskin).
Bagaimana pendapat saudara tentang hukum upah minimum di Indonesia?? Apakah
memang bisa menolong karyawan miskin ataukah tidak??
Referensi:
Mankiw, N. Gregory. 2012. Principles of Microeconomics: 6th Edition. South-Western Cengage
Learning.
0 comments:
Post a Comment