Seorang Pemimpin yang baik mempunyai beberapa kualifikasi, diantaranya adalah Theis dan Moralis.
Theis
Jenis kualifikasi “theis” yang dimaksudkan
di sini bahwa pemimpin itu harus mempercayai salah satu agama, dan menjalankan
sariatnya. Karena sariat yang diwajibkan bahkan didogmakan dalam suatu agama
pastilah mengandung hikmah atau faedah yang besar bagi diri pribadi dan bagi
masyarakat.
Diantara hikmah tersebut adalah dapat
mendidik manusia untuk berdisiplin, tertib, dan cinta kepada sesuatu aturan.
Mendidik seseorang untuk selalu mensyukui rohmat yang telah diberikan Tuhan
atau jasa pihak lain.
Hikmah yang lain, yang juga merupakan
perwujudan dari kualifikasi jenis ini, bahwa manusia yang telah melakukan saiat
agama, kemungkinan besar jauh melakukan perbuatan maksiat, karena telah tumbuh
dalam hati dan jiwanya rasa taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Moralis
Sebenarnya orang hidup di dalam
masyarakat itu sudah sejak kecil terikat adanya peraturan-peraturan yang
membatasi kemerdekaan behaviornya. Segala sesuatu dalam masyarakat akan
berjalan dengan tertib apabila terpenuhi aturan-aturan dalam masyarakat
tersebut. Tetapi karena aturan itu umumnya bersifat sukarela, maka biasanya
orang menjadi tidak terasa bahwa tindakannya dikendalikan oleh berbagai aturan.
Dan baru terasa apabila aturan itu tidak
dipatuhi berakibat terganggunya ketertiban. Inisiatif untuk melaksanakan aturan
itu harus ada kesadaran yang timbul dari hati nurani manusia itu masing-masing.
Dan kesadaran itu ada apabila masing-masing individu mempunyai cukup pengertian
tentang moral, yang akhirnya akan mendorong manuisia itu ke kehidupan
kesusilaan yang tinggi.
Perkataan moral, berasal dari bahasa
Latin mos yang berarti kebiasaan. Dari kata itu terjadilah kata sifat moralis
yang selanjutnya dengan biasa disingkat dengan moral saja, yang ke dalam bahasa
Belanda ditulis morelle yang berarti susila.
Kalau kita berfikir lebih lanjut tentang
moral, sudah dapat dipastikan bahwa moral mempunyai hubungan dengan perbuatan
dan karakter manusia. Perbuatan mana yang boleh dan perbuatan mana yang tidak
boleh diperbuat manusia ketertiban dalam hidup sehari-hari.
Maka dari uraian tersebut di atas, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa sasaran dari moral adalah keselarasan perbuatan
manusia dengan aturan-aturan atau norma-norma yang mengenai perbuatan manusia
itu sendiri. Yang di dalamnya sudah mencakup dua dimensi, yaitu dimensi lahiriah
dan dimensi batiniah.
Dimensi lahiriah adalah sebagai bekal
kita dalam kehidupan atau pergaulan dalam masyarakat (public intern dan extern
organisasi). Dan dimensi rohaniah atau batiniah adalah suatu tuntunan kearah
terbukanya pintu kesadaran yang diilhami oleh ajaran agama.
Sumber:
Dr. Hery Sawiji, M.Pd. (Dosen S1 dan S2
Pendidikan Ekonomi FKIP UNS) dalam bukunya yang berjudul “Fungsi Manajemen”.
0 comments:
Post a Comment