Pentingnya
kemampuan diagnostik bagi seorang pimpinan dalam aktivitas mempengaruhi dan
mengarahkan bawahannya tidak dapat diabaikan. Paul Hersey dan Blanchard dalam
Agus Dharma (1990) mengemukakan bahwa:
“Apabila kemampuan dan motif orang-orang yang dibawahinya sangat bervariasi, maka ia harus memiliki kemampuan diagnostik dan kepekaan untuk menginderai berbagai perbedaan itu.”
Dengan
kata lain, seorang pimpinan harus memiliki keluwesan dan kemampuan yang
diperlukan untuk memvariasikan perilakunya sendiri.
Apabila
kebutuhan dan motif bawahannya berbeda-beda, maka mereka harus diperlakukan
secara berbeda-beda pula. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus mampu
mengadaptasi gaya kepemimpinannya sesuai dengan perilaku bawahannya.
Kepemimpinan Situasional menurut Hersey dan Blanchard dalam Agus Dharma (1990) adalah kepemimpinan
yang didasarkan pada hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan
tingkat kematangan bawahan. Sehingga walaupun terdapat banyak variabel-variabel
situasional yang penting lainnya akan tetapi penekanan dalam kepemimpinan
situasional ini hanyalah perilaku pemimpin dan bawahannya saja.
Perilaku
bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena
bawahan juga dapat menentukan kekuatan pribadi yang dimiliki pimpinan. Adapun
penjelasan masing-masing hubungan dalam kepemimpinan situasional tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Perilaku Tugas
Perilaku
tugas ini diartikan sebagai tindakan sejauh mana pimpinan memberikan petunjuk
dan pengarahan kepada bawahannya, yaitu dengan memberitahukan kepada bawahan
apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukan, kapan melakukan, siapa yang
melakukan dan dimana mereka harus melakukannya. Hal ini berarti bahwa pimpinan
menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka.
2. Perilaku Hubungan
Perilaku
hubungan merupakan tingkatan sejauh mana pimpinan melakukan hubungan dua arah
dengan cara mendengarkan dan memberikan dukungan atas pekerjaan yang dilakukan
bawahan. Ini berarti pimpinan secara aktif menyimak dan mendukung upaya
bawahannya dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.
3. Tingkat Kematangan Bawahan (Pegawai)
Kematangan
bawahan merupakan besarnya kemampuan dan kemauan bawahan untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan situasional didasarkan pada hubungan antara perilaku tugas,
perilaku hubungan dan tingkat kematangan bawahan. Dengan kemampuan pimpinan
dalam mendiagnosis kematangan bawahan diharapkan seorang pimpinan memiliki
keluwesan untuk memvariasikan perilakunya sendiri.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan situasional adalah
suatu sikap seorang pimpinan yang harus memiliki keluwesan dan kemampuan yang
diperlukan untuk memvariasikan perilakunya sendiri, yang berdasarkan pada
hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan tingkat kematangan
bawahan.
Kepemimpinan
Situasional merupakan salah satu sikap pimpinan perusahaan dalam memberikan
arahan agar pegawai mampu mewujudkan tujuan perusahaan tersebut. Dalam
perusahaan seorang pimpinan harus mempunyai sikap agar target produksi
perusahaan tercapai.
0 comments:
Post a Comment