Pembahasan
di artikel ini adalah tentang Surplus Konsumen, Surplus Produsen dan Efisiensi
Pasar. Namun, sebelum membahasa konsep tersebut lebih dalam, kita awali dengan
membahas konsep equilibrium atau titik keseimbangan antara permintaan dan
penawaran terlebih dahulu.
Ada
beberapa konsep atau pertanyaan seputar equilibrium tersebut. Konsep da
pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
- Apakah keseimbangan harga dan kuantitas dapat memaksimalkan kesejahteraan konsumen dan produsen?
- Keseimbangan pasar mencerminkan bagaimana pasar mengalokasikan sumber daya yang langka
- Apakah alokasi pasar yang diharapkan dapat dipenuhi oleh Ekonomi Kesejahteraan (Welfare Economics)?
Pada
intinya, pembahasan kali ini akan menjawab pertanyaan dasar tersebut, dan
pertanyaan paling mendasarnya yaitu apakah titik keseimbangan (equilibrium)
tersebut benar-benar mencerminkan titik kesejahteraan ekonomi yang dialami oleh
konsumen dan produsen? Dan apakah titik keseimbangan tersebut adalah suatu
keadaan yang diinginkan oleh konsumen dan produsen?
Sehingga,
tujuan utama dari artikel ini adalah agar pembaca dapat menjawab pertanyaan
dasar tersebut.
Pembahasan
dimulai dengan Ekonomi Kesejahteraan (Welfare
Economics)
Welfare Economics adalah studi tentang bagaimana alokasi sumber daya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi. Di dalam Welfare Economics, penjual dan pembeli memperoleh keuntungan dari
keikutsertaannya dalam pasar tersebut.
Apabila
terjadi keseimbangan dalam pasar tersebut, dapat memaksimalkan total
kesejahteraan konsumen dan produsen.
Sampai
di sini, pertanyaan dasar tersebut sebenarnya sudah terjawab, yaitu bahwa titik
keseimbangan (equilibrium) dalam pasar mencerminkan kesejahteraan total
konsumen dan produsen, dan memang keadaan inilah yang dikehendaki kedua belah
pihak.
Namun,
tahukah anda alasan atau penjelasan dari jawaban tersebut?? Mari kita uraikan
alasannya di sini.
Surplus
yang dialami oleh konsumen dan produsen dapat digunakan sebagai indicator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan. Surplus Konsumen mengukur kesejahteraan ekonomi
dari sisi pembeli, sedangkan Surplus Produsen mengukur kesejahteraan dari sisi
penjual.
Sebelum
membahas pengertian surplus konsumen, terlebih dahulu perlu diketahui tentang
konsep willingness to pay (kesediaan
membayar). Willingness to pay adalah
jumlah maksimum yang mau dibayar oleh konsumen untuk memperoleh suatu barang,
dan sekaligus menjadi ukuran seberapa besar pembeli menilai suatu barang.
Consumer Surplus (Surplus Konsumen) adalah kesediaan konsumen
membayar dikurangi jumlah yang sebenarnya dibayarkan konsumen.
Contoh:
Dalam
sebuah lelang, ditawarkan sebuah sepeda motor merek X. Terdapat sejumlah calon
pembeli yang data kesediaan membayarnya sebagai berikut:
Nama
|
Kesediaan
Membayar
|
Rudi
|
Rp9.000.000,00
|
Rifan
|
Rp7.000.000,00
|
Fajar
|
Rp6.000.000,00
|
Indra
|
Rp4.000.000,00
|
Apabila
tabel tersebut digambarkan dalam sebuah kurva permintaan adalah sebagai
berikut:
Kurva
permintaan yang dibuat seperti anak tangga tersebut menggambarkan tingkat kesediaan
membayar dari masing-masing calon pembeli. Misalkan harga motornya dipatok 8
juta, maka calon pembeli yang kesediaan membayarnya di bawah harga tersebut (Indra,
Fajar dan Rifan) tidak akan bersedia membeli sepeda motor tersebut.
Lain
halnya dengan Rudi, yang kesediaan membayarnya 9 juta, karena dengan harga 8
juta, Rudi mendapatkan surplus sebesar (9 juta – 8 juta = 1 juta). Surplus
sebesar 1 juta inilah yang dinamakan dengan surplus konsumen.
Artikel
ini masih akan berlanjut, yaitu membahas tentang Surplus Produsen dan Efisiensi
Pasar. Namun, dalam artikel selanjutnya.
Referensi:
Mankiw,
N. Gregory. 2012. Principles of
Microeconomics: 6th Edition. South-Western Cengage Learning. (E-Book).
0 comments:
Post a Comment