Suatu pernyataan
yang bersumber dari PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun
apabila memiliki wirausaha sebanyak 2% dari jumlah penduduknya. Jadi, jika
negara Indonesia berpenduduk 200 juta jiwa, maka wirausahanya harus lebih
kurang 4 juta.
Katakanlah jika
dihitung semua wirausaha Indonesia mulai dari pedagang kecil sampai perusahaan
besar ada sebanyak 3 juta, tentu bagian terbesarnya adalah kelompok kecil-kecil
yang belum terjamin mutunya dan belum terjamin kelangsungan hidupnya (kontinuitasnya).
Wirausaha
(entrepreneur) adalah seorang innovator, sebaai individu yang mempunyai naluri
untuk melihat peluang-peluang, mempunyai semangat, kemampuan dan pikiran untuk
menaklukan cara berpikir lamban dan malas.
Seorang
wirausaha mempunyai peran untuk mencari kombinasi-kombinasi baru yang merupakan
gabungan dari 5 hal, yaitu:
§
Pengenalan barang
dan jasa baru
§
Metode produksi
baru
§
Sumber bahan
mentah baru
§
Pasar-pasar baru
§
Organisasi industri
baru
Keberhasilan
pembangunan yang dicapai oleh negara Jepang ternyata disponsori oleh wirausaha
yang telah berjumlah 2% tingkat sedang, berwirausaha kecil sebanyak 20% dari
jumlah penduduknya. Inilah kunci keberhasilan pembangunan negara Jepang
(Heidjrachman Ranu P., 1982).
Jika negara kita
harus menyediakan 3 juta wirausaha besar dan sedang, maka kita masih harus
mencetak 30 juta wirausaha kecil. Ini adalah suatu peluang besar yang menantang
generasi muda untuk berkreasi, mengadu keterampilan membina wirausaha dalam
rangka turut berpartisipasi membangun negara.
Di Amerika ada
budaya keinginan seseorang untuk menjadi bos sendiri, memiliki peluang
individual, menjadi sukses dan menghimpun kekayaan, ini semua merupakan aspek
yang utama dalam mendorong berdirinya kegiatan kewirausahaan.
Di negara lain
mungkin motivasi mendirikan bisnis bukan mencari uang yang utama akan tetapi
ada motif-motif lain di balik itu. Ada pula motivasi menjadi wirausaha didorong
oleh lingkungan yang banyak dijumpai berbagai macam perusahaan seperti di
daerah Silicon Valley (California). Lingkungan seperti ini sangat mendorong
pembentukan kewirausahaan.
Di lingkungan
Silicon Valley dijumpai ratusan perusahaan kebanyakan bergerak dalam bidang
komputer dan elektronik yang selalu menghasilkan produk-produk baru. Mereka
bersaing secara rutin, dan kondisi mereka selalu stabil, mereka tidak
terorganisasi dalam alam birokrasi. Situasi organisasi semacam ini oleh para
ahli diistilahkan dengan ‘adhocracy’ sebagai lawan dari birokrasi.
Ada pekerjaan
spesialis, sedikit ikatan komando, tidak ada struktur organisasi yang jelas.
Pengambilan keputusan besifat desentralisasi. Mereka memiliki budaya kerja
tinggi, saling percaya, penuh keyakinan. Semua ini membuat pekerjaan sangat
efektif.
“An adhocracy is an organization in which
there are few specialized jobs and little required adherence to the chain of
command. Organization charts are usually avoided. Decision making is
decentralized. In these firms there is usually a set of common beliefs and a
sense of common purpose-a “culture”. This culture helps hold the employees
together and helps ensure that the work of the firm is done effectively” (Schoell,
1993).
Dalam aspek lain
keberanian membentuk kewirausahaan didorong oleh guru sekolah, sekolah yang
memberikan mata pelajaran kewirausahaan yang praktis dan menarik dapat
membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha, seperti yang terjadi pada alumni
MIT, Hardvard University dan beberapa perguruan tinggi lainnya.
Dorongan membentuk
wirausaha juga datang dari teman sepergaulan, lingkungan keluarga, sahabat
dimana mereka dapat berdiskusi tentang ide wirausaha masalah yang dihadapi dan cara-cara
mengatasi masalahnya.
Sumber:
Buchari Alma. 2011. Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta.
0 comments:
Post a Comment