Metodologi dan Definisi
Paradigma yang
digunakan dalam ekonomi Islam (Islamic Economics) adalah keadilan sosial dan ekonomi sebagai tujuan
utama, sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Hadid ayat 25 yang artinya
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan…” Tujuan utama ekonomi Islam adalah realisasi kesejahteraan manusia melalui aktualisasi ajaran Islam.
Dalam konteks inilah dapat dipahami adanya beberapa definisi ekonomi Islam
sebagai berikut:
- “Ekonomi Islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan Syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat” (Hasanuzzaman, 1984).
- “Ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam” (Mannan, 1986).
- “Ekonomi Islam memusatkan perhatian pada studi tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya di bumi atas dasar kerja sama dan partisipasi.” (Khan, 1994).
Menurut Zarqa (1992)
ekonomi Islam (Islamic Economics) terdiri atas komponen berikut: pertama, ajaran nilai berasal dari
Al-Quran, Sunnah dan sumber-sumber lain, kedua, pernyataan positif yang akan
masuk dalam ekonomi Islam berasal dari ekonomi konvensional, ketiga, pernyataan
positif yang adal dalam ekonomi Islam berasal dari Al-Quran dan Sunnah, keempat,
hubungan antarvariabel ditemukan lewat observasi, analisis dan eksperimen
sebagai sumber ilmu. Oleh karena itu tugas ekonomi Islam lebih besar daripada
ilmu ekonomi konvensional (Chapra, 1996), tugas-tugas tersebut antara lain:
- Mempelajari perilaku aktual individu dan kelompok, perusahaan, pasar, dan pemerintah.
- Menunjukkan jenis perilaku yang dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan.
- Harus menjelaskan mengapa ada para pelaku ekonomi tidak bertindak menurut jalan yang seharusnya.
- Harus menganjurkan cara bagaimana yang dapat membawa perilaku semua pemain di pasar yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumberdaya sedekat mungkin dengan tingkat yang ideal.
Positif vs Normatif?
Ekonomi positif
(positive economics) membahas
mengenai realitas hubungan ekonomi, sedangkan ekonomi normatif (normative economics) membicarakan
mengenai apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan nilai tertentu.
Pertanyaannya adalah apakah ekonomi Islam berbicara pada dataran positif,
normatif atau keduanya?
Quran dan Sunnah
tidak hanya berbicara pada dataran normatif saja, tetapi juga menyajikan
informasi positif. Misalnya dalam kutipan Al-Quran berikut ini:
- “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”. (Q.S. Asy-Syuura: 27).
- “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup”. (Q.S. Al-Alaq: 6-7)
Ayat-ayat ini
menunjukkan bagaimana dampak kenaikan kekayaan/penghasilan yang substansial
terhadap perilaku manusia. Bukti-bukti memang menunjukkan bahwa manusia
biasanya cenderung melampaui batas bila merasa lebih kaya. Selain itu Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga
memperingatkan kecenderungan serakahnya manusia: “Andaikata seorang anak Adam
telah memiliki harta benda sebanyak satu lembah, tentu ia akan berusaha
memiliki dua lembah. Dan andaikata ia telah memiliki dua lembah, tentu ia akan
berusaha untuk memiliki tiga lembah. Memang tidak ada yang dapat memenuhi
kehendak anak Adam melainkan tanah. Dan Allah akan memberi tobat bagi mereka
yang bertobat”. (H.R. Bukhari – Muslim).
Ada benang merah
yang dapat ditarik dari kutipan Quran dan Sunnah di atas, yaitu bahwa di satu
sisi ada keinginan yang tak terbatas dari manusia terhadap kekayaan, di sisi
lain, keinginan tersebut dibatasi oleh aturan syariat Islam bila manusia
menyadari dan mengingat ganjaran dan hukuman di akhirat kelak. Oleh karena itu,
Mannan (1993) menyatakan bahwa aspek-aspek normatif dan positif saling
berkaitan erat dalam ekonomi Islam. Mannan menyimpulkan bahwa masalah dalam ekonomi Islam harus dipahami dan dinilai dalam rangka ilmu pengetahuan sosial yang
terintegrasi, tanpa memisahkan komponen normatif dan positif.
0 comments:
Post a Comment