Kebijakan
membiarkan mekanisme pasar bejalan dengan sendirinya, tentu dengan bimbingan
Allah SWT, sudah menjadi kebijakan Rasulullah di masa itu. Adam Smith, seorang
yang dianggap bapak ekonomi modern, baru mngemukakan ahl itu sekitar tahun 1776
melalui bukunya An inquiry into the nature and Causes of the Wealth of Nations.
Teori yang kemudian dikenal dengan Laissez faire berasal dari bahasa perancis yang bermakna “biarkan kami bebas. Ini pada intinya adalah satu kebijakan yang sifatnya memberikan kebebasan yang maksimal kepada para pelaku dalam perekonomian untuk melakukan kegiatan yang disukainya, dan meminimalkan campur tangan pemerintah dalam perekonomian.
Teori ini mendasarkan pada dua asumsi yakni pertama, setiap pelaku ekonomi mengetahui setiap kejadian di pasar dari waktu kewaktu. Kedua, mereka mempunyai mobilitas tinggi sehingga dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di oasar. Apabila dua asumsi ini terpenuhi, maka penjual, pembeli, produsen, dan pelaku kegiatan ekonomi lainnya akan memperoleh hasil yang optimal dari usaha mereka.
Perekonomian akan mencapai tingkan efisiensi yang tinggi dan tingkat perekonomian yang optimal apabila setiap anggota masyarakat diberi kebebasan untuk berusaha berdasarkan kehendak masing-masing.
Teori yang kemudian dikenal dengan Laissez faire berasal dari bahasa perancis yang bermakna “biarkan kami bebas. Ini pada intinya adalah satu kebijakan yang sifatnya memberikan kebebasan yang maksimal kepada para pelaku dalam perekonomian untuk melakukan kegiatan yang disukainya, dan meminimalkan campur tangan pemerintah dalam perekonomian.
Teori ini mendasarkan pada dua asumsi yakni pertama, setiap pelaku ekonomi mengetahui setiap kejadian di pasar dari waktu kewaktu. Kedua, mereka mempunyai mobilitas tinggi sehingga dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di oasar. Apabila dua asumsi ini terpenuhi, maka penjual, pembeli, produsen, dan pelaku kegiatan ekonomi lainnya akan memperoleh hasil yang optimal dari usaha mereka.
Perekonomian akan mencapai tingkan efisiensi yang tinggi dan tingkat perekonomian yang optimal apabila setiap anggota masyarakat diberi kebebasan untuk berusaha berdasarkan kehendak masing-masing.
Masa Rasulullah
Bagi
Rasulullah Dzat penetu harga hanyalah Allah semata. Bahkan lebih jauh,
intervensi pemerintah dalam menentukan harga bisa dikategorikan sesuatu yang
zalim. Namun yang jelas nabi memang menghendaki terjadinya persaingan pasar
yang adil di Madinah. Untuk itu beliau menerapkan sejumlah aturan, agar keadilan
itu bisa berlangsung:
- Melarang tallaqi rukban, yakni menyongsong khalifah di luar kota. Dengan demikian pedagang tadi mendapat keuntungan dari ketidak tahuan khalifah yang baru datang dari luar kota terhadap situasi pasar.
- Mengurangi timbangan dilarang, karena itu berarti barang dijual dengan harga sama tetapi jumlah yang sedikit.
- Menyembunyikan cacat barang, karena itu berarti penjual mendapat harga baik dari barang yang buruk.
- Sejumlah larangan lain agar tidak tercapainya persaingan yang adil di pasar.
Masa Khulafaur Rasyidin
Kebijakan
ekonomi di masa Khulafaur Rasyidin secara prinsip sesungguhnya meneruskan yang
dilaksanakan Rasulullah. Penyempurnaan dilakukan disaat ini sebagai bagian dari
proses kejuan dan mengantisipasi keadaan. Pada masa Abu Bakar misalnya, tidak
ada hal terlalu menonjol kecuali sikap Abu Bakar yang sangat tegas terhadap
satu kaum yang tidak bersedia membayar zakat, kebijakan Abu Bakar ini tidak ada
hubungannya dengan mekanisme pasar.
Masa Ummayyah
Agak
sulit memang mengumpulkan informasi tentang kebijakan mekanisme pasar di masa
dinasti Ummayyah. Namun yang jelas ketika itu perdagangan telah berkembang
pesat, dan bukan sekedar pasar tradisional dengan cakupan wilayah dan komoditas
yang terbatas. Tampaknya ini merupakan indikasi yang cukup kuat bahwa mekanisme
pasar bebas telah diterapkan pada masa itu, sebagai kelanjutan kebijakan yayng
telah diterapkan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.
Dinasti Abassyiah I
Al-Ghazali
saat itu sudah berfikiran bahwa timbulnya harga adalah dari kekuatan permintaan
dan penawaran. Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami.
Ia menjelaskan evolusi terciptanya pasar secara rinci dalam bukunya Ulumuddin.
Yang lebih mengagumkan adalah, Ghazali rupanya paham konsep elastisitas
permintaan. Menurutnya, “mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga
yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan, dan akhirnya meningkatkan
keuntungan pula”.
Dinasti Abassiyah II
Ibnu
Taimiyah dengan yakin mengatakan bahwa harga memang dibentuk oleh kekuatan
penawaran dan permintaan. Maka dengan tegas ia membantah ketika masyarakat
dizamannya menganggap, kenaikan harga adalah hasil kejahatan atau tindak
ketidak adilan dari penjual. Bisa jadi kenaikan harga adalah karena penawaran
yang turun akibat inefisiensi produksi, penurunan impor atau juga tekanan
pasar.
Jika penawaran turun sedangkan permintaan meningkat maka harga akan naik, begitu pula sebaliknya. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga merupakan kehendak Allah SWT. Pemikiran Ibnu al-Qayyim pun secara umum sejalan dengan Ibnu Taimiyah. Ia berpendapat bahwa pemilikan pribadi dan kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi memang harus diakui, namun tetap dalam koridor keislaman.
Jika penawaran turun sedangkan permintaan meningkat maka harga akan naik, begitu pula sebaliknya. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga merupakan kehendak Allah SWT. Pemikiran Ibnu al-Qayyim pun secara umum sejalan dengan Ibnu Taimiyah. Ia berpendapat bahwa pemilikan pribadi dan kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi memang harus diakui, namun tetap dalam koridor keislaman.
Penentuan
harga juga harus diserahkan kepada kekuatan pasar. Ketidak sempurnaan pasar dan
berbagai distorsi lainnya diserahkan saja pada kekuatan pasar untuk
mengoreksinya sepanjang tidak mempengaruhi kesejahteraan rakyat. Sedangkan
pemikiran Ibnu Kaldun agak berbeda. Ia sudah membedakan komoditas sebagi barang
kebutuhan pokok dan barang mewah.
0 comments:
Post a Comment